Rabu, Maret 29

Mubungan Jagat Semende Darussalam, Perjuangkan Tanah Ulayat dan Hak Komunal Masyarakat Adat Semende Bareng LKPASI

Pinterest LinkedIn Tumblr +

Jakarta, AkselNews.com – Mubungan Djagat (Kepala Pemerintahan Adat) Semende Darussalam, Tuan Guru Prof. DR (HC) Fekri Juliansyah, Ph.D menjadi Narasumber sekaligus peserta Simposium dan Petisi Raja, Ratu, Sultan, Datuk, Penglengsir, Kepala Suku, Kepala Marga dan Kepala Persekutuan Masyarakat Hukum Adat Seluruh Indonesia di Jakarta pada 22 – 24 Februari 2023 lalu.

Acara yang diselenggarakan Lembaga Komunikasi Pemangku Adat Seluruh Indonesia (LKPASI) ini, merupakan tindak lanjut dari Acara Simposium dan Maklumat Raja, Ratu, Sultan, Datuk, Penglengsir, Kepala Suku, Kepala Marga dan Kepala Persekutuan Masyarakat Hukum Adat seluruh Indonesia pada 2022 lalu di Jakarta.

Pemerintahan Adat Semende Darussalam, merupakan Pemerintahan Adat setingkat Kerajaan/Keratuan/Kesultanan yang telah diakui di Nusantara yang mengurusi dan membawahi Marga-Marga Semende di Wilayah Provinsi   Selatan, Bengkulu dan Lampung.

Di Sumatera Selatan sendiri secara histori dan faktual terdapat delapan Marga Semende yang tersebar di Dua Kabupaten di Sumatera Selatan.

“Marga-Marga Semende tersebut meliputi Marga Semende Darat Ulu, Marga Semende Darat Tengah dan Marga Semende Darat Laut (ketiganya di Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan). Sementara Marga Sindang Danau, Marga Sungai Are, Marga Mekakau Ulu, Marga Mekakau Ilir dan Marga Bayur terletak di Kabupaten OKU Selatan – Sumatera Selatan. Ke-5 Marga Semende di Kabupaten OKU Selatan ini tidak menggunakan nama Semende dalam penamaan Marga. Namun Marga-marga tersebut dibentuk dan dihuni Masyarakat Adat Semende,”  jelas Pria kelahiran Pulau Beringin (Eks Marga Mekakau Ulu) di Kabupaten OKU Selatan Sumsel ini Kepada Media Pers.

Baca Juga:   Diduga Terlibat Korupsi Anggaran BBM Pengangkut Sampah, Eks Kadin dan Bendahara Dinas Lingkungan Hidup OKU Selatan Ditahan

Tuan Guru Fekri Juliansyah bin Muslim, merupakan salah seorang Dzurriyat Pendiri Adat Semende, yaitu Toean Sayyid Nur Qodim Al Baharuddin yang dikenali sebagai Puyang Awak dan secara geneologis juga merupakan Dzurriyat ke-9 Puyang Toean Sayyid Regan Bumi, keduanya merupakan Pendiri Adat Semende.

Para Pendiri Adat Semende ini merupakan Dzurriyat para Raja/Sultan di Nusantara di antaranya dari Trah Keratuan Djagat Besemah, Kesultanan Cirebon, Kerajaan Mataram Islam (Kesultanan Mataram), Kerajaan Pagaruyung, Kesultanan Samudera Pasai, Kesultanan Melaka, Patani Darussalam dan lain sebagainya.

Baca Juga:   Jaring Bibit Atlet Menembak, Perbakin OKU Selatan Gelar Pelatsar

Adat Semende didirikan di dusun Perdipe (sekarang bernama desa Prahudipo di Kecamatan Dempo Selatan-Kota Pagaralam-Sumsel) pada tahun 1072 H atau bertepatan dengan tahun 1650 M .

“Kendatipun Pemerintahan Marga sudah dibubarkan, namun hak-hak ulayat dan tanah suku marga masih harus mendapat perhatian oleh Pemerintah Republik Indonesia,” tegas Tuan Guru Fekri Juliansyah bin Muslim yang juga merupakan salah satu Dewan Pembina Lembaga Komunikasi Pemangku Adat Seluruh Indonesia (LKPASI) ini.

Di Provinsi Sumatera Selatan sendiri, sebelum dibubarkan pada tahun 1983 terdapat 192 Marga dan delapan di antaranya adalah Marga Semende.

Sementara itu, Ketua Umum LKPASI, YM. Datuq Juanda (Datuq Bentara dari Kerajaan Negeri Padang Deli) menjelaskan, kegiatan Simposium dan Petisi Raja, Ratu, Sultan, Datuk, Penglengsir, Kepala Suku, Kepala Marga dan Ketua Persekutuan Masyarakat Hukum Adat se-Indonesia pada 22-24 Februari 2023 lalu merupakan tindak lanjut dari Pidato Presiden RI Joko Widodo, pada tahun 2018 di hadapan para Raja/Sultan dengan menyatakan bahwa Hak-hak Raja, Sultan dan Pemangku Adat terkait pengelolaan Tanah Ulayat  akan diakomodir oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan syarat disiapkan datanya.

Baca Juga:   Pemilihan Anggota BPD Desa Sukajaya, Ini Pesan Sang Kades

Sebagaimana diketahui bahwa dalam PP Nomor 224 Tahun 1961 menyatakan bahwa Tanah Swapraja diambil alih peruntukannya dibagi tiga yaitu kepada:

(1) Pemerintah

(2) Masyarakat eks pemilik tanah swapraja yang diambil alih kepemilikannya untuk pemerintah dan

(3) Masyarakat diberikan ganti rugi kepada ahli waris / pemiliknya.

Selanjutnya dalam PP No 18 Tahun 2021 membuka ruang, Tanah Swapraja dikembalikan kepada Penerus Swapraja dengan syarat dikelola sendiri.

Inilah yang menjadi Dasar Hukum perjuangan LKPASI. LKPASI berdiri sejak tanggal 23 Februari 2020 dan kegiatan Simposium ini diselenggarakan juga dalam rangka Milad (Hari Ulang Tahun) ketiga LKPASI. (rel)

Share.

About Author

Redaksi Situs Berita AkselNews.com.

Leave A Reply